Yang dimaksud dengan alih
teknologi sebenarnya tak lain dan tak bukan adalah transaksi ekonomi untuk
kepentingan dagang. Ini terlihat dari jenis-jenis dan cara-cara alih teknologi.
Korporasi transnasional menjadi aktor kunci dalam proses ini. Anthony I. Akubue
“Technology Transfer: A Third World Perspective” menjelaskan jenis-jenis alih
teknologi. Yang sering terjadi antara lain:
1. Foreign
Direct Investment, yaitu investasi jangka panjang yang
ditanamkan oleh perusahaan asing. Investor memegang kendali atas pengelolaan
aset dan produksi. Misalnya Toyota dari Jepang berinvestasi untuk membangun
manufaktur automotif di Indonesia, atau Perusahaan China yang membentuk
Joint-Venture dengan salah satu Perusahaan tambang di Indonesia untuk membangun
Smelter. Lalu apa keuntungan dari Foreign Direct Investment? Di sisi Investor
(misal Toyota Jepang), akan mendapatkan Pasar dan local knowledge dari
Indonesia. Juga untuk mendiversifikasi risiko bisnisnya supaya tidak terfokus
di satu negara. Di sisi Perusahaan yang menerima FDI (misal Astra Indonesia),
akan mendapat transfer knowledge berupa teknologi terbaru, dapat mempercepat
ekspansi bisnisnya dan efisiensi dari sisi operasional. Dari sisi Negara (misal
Indonesia), mendapat keuntungan dari tambahan pajak yang akan disetor dari
Perusahaan, penyerapan tenaga kerja baru yang akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi.
Apakah dana Asing
yang investasi di Pasar Saham dihitung sebagai Foreign Direct Investment?
Tidak, kecuali dana Asing yang masuk cukup besar untuk membeli setidaknya 10%
dari kepemilikan suatu Perusahaan. Karena 10% dianggap angka yang cukup
signifikan untuk Investor dapat mempengaruhi operasional atau pengambilan
keputusan dari Perusahaan dimana dia melakukan investasi. Bila dibawah 10%,
maka dana ini digolongkan sebagai Portfolo Inflow.
2. Joint
Ventures, yaitu kerjasama (partnership) antara perusahaan yang
berasal dari negara yang berbeda dengan tujuan mendapat keuntungan. Dalam model
seperti ini, kepemilikan diperhitungkan berdasarkan saham yang dimiliki. Jenis
alih teknologi ini menjadi menarik sebab perusahaan-perusahaan asing dapat
menghindari terjadinya nasionalisasi atas perusahaan. Misalnya, perusahaan
perikanan China dan Indonesia. Perusahaan perikanan China mulai merealisasikan
kerja sama membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan Indonesia untuk
mendapatkan izin penangkapan ikan di perairan Indonesia. Pekan ini, tim dari
China akan datang untuk memantapkan pasal demi pasal mengenai joint venture yang
akan dibentuk, dengan target menandatangani nota kesepahaman pada November
tahun 2008.
Faktor yang mendorong terjadinya pemanfaatan tidak sah
atas sumberdaya ikan di wilayah ZEEI. Pertama, adanya kekosongan armada
penangkapan di beberapa kawasan Indonesia, misalnya di Laut Arafura, Laut Cina
Selatan, Laut Sulawesi dan Laut Pasifik. Kedua, law enforcement yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Ketiga, tidak lancarnya investasi akibat krisis
ekonomi dan politik yang berkepanjangan sehingga menimbulkan Iklim ketidak
pastian dalam berusaha akibatnya hanya Sedikit kapal-kapal yang beroperasi di
ZEEI. Keempat, kondisi geografi perairan Indonesia yang memungkinkan terjadinya
pencurian ikan tanpa mudah dideteksi (hit and run).
3. Licensing
Agreements, yaitu izin dari sebuah perusahaan kepada
perusahaan-perusahaan lain untuk menggunakan nama dagangnya (brand name),
merek, teknologi, paten, hak cipta, atau keahlian-keahlian lainnya. Pemegang
lisensi harus beroperasi di bawah kondisi dan ketentuan tertentu, termasuk
dalam hal pembayaran upah dan royalti.
Lisensi oleh
lembaga litbang (PP 20/2005). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil
Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan, pemberian lisensi oleh lembaga litbang merupakan bagian dari
kegiatan alih teknologi. Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tnggi dan lembaga litbang
dilaksanakan melalui mekanisme: lisensi, kerja sama, pelayanan jasa ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan/atau publikasi.
4. Turnkey
Projects, yaitu membangun infrastruktur dan konstruksi yang
diperlukan perusahaan asing untuk menyelenggarakan proses produksi di Negara
Dunia Ketiga. Bila segala fasilitas telah siap dioperasikan, perusahaan asing
menyerahkan ‘kunci’ kepada perusahaan domestik atau organisasi lainnya.
Contoh dari jenis alih teknologi ini seperti misalnya
untuk mewujudkan dan melaksanakan pemenuhan target pembangunan tersebut akan
membutuhkan biaya pembangunan yang sangat besar. Pemerintah melalui
studi/kajian yang dilakukan Deputi Perumahan Formal MENPERA menerapkan pola
Turnkey Project (Proyek Putar Kunci). Bahwa disamping kendala biaya besar yang
dibutuhkan, Pemerintah tampaknya juga belum menemukan formulasi yang tepat
mengenai sistem pembiayaan pembangunan RUSUNAMI. Sehingga diharapkan dengan
penerapan pola Turnkey Project dan dengan adanya partisipasi atau masukan dari
masyarakat pengguna, khususnya pelaku usaha akan dapat diperoleh satu Pedoman Umum
Pembangunan Perumahan melalui pola Turnkey Project.
Source:
No comments:
Post a Comment