Konglomerasi Media merupakan
penggabungan-penggabungan perusahaan menjadi perusahaan yang lebih besar yang
membawahi banyak media. Konglomerasi ini di lakukan dengan melakukan korporasi
dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan
konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture atau merger, atau
pendirian kartel komunikasi dalam sekala besar.
Di dunia internasional,
ada seorang tokoh yang berkaitan dengan konglomerasi media ini. Yaitu Rupert
Murdoch. Lantas siapakah sosok Rupert Murdoch ini?
Rupert Murdoch atau yang
bernama lengkap Keith Rupert Murdoch ini adalah seorang pria kelahiran 11 Maret
1931 yang memulai perjuangannya di Adelaide, Australia. Keith Rupert Murdoch
adalah putra tunggal Sir Keith Murdoch dan Elisabeth Joy. Ketika itu, Murdoch
senior adalah seorang pemilik surat kabar terpandang yang berbasis di
Melbourne. Sebagai putra tunggal, ia
dibesarkan untuk meneruskan kerja keras sang ayah. Maka Rupert pun disekolahkan
di Geelong Grammar School yang dilanjutkan di Worcester College, University
Oxford, Inggris.
Saat ia berusia 21 tahun,
ayahnya tutup usia. Rupert pun pulang ke Australia pada 1953 dan langsung
menjadi Direktur News Limited. Ambisi Rupert lebih besar, sebab ia langsung
fokus pada rencana-rencana akuisisi dan ekspansi. Dalam hitungan tahun,
Rupert menjadi orang terpandang yang sukses menaklukkan surat kabar Negara
Bagian New South Wales, Queensland, Victoria dan Northern Territory. Hampir
seluruh media besar telah ia miliki.
Pada tahun 1964, Rupert sudah
merambah ke luar negeri dengan membeli surat kabar terlaris di Selandia Baru.
Ambisinya makin besar, setelah sukses menaklukkan tabloid besar Inggris, News
of the World serta harian The Sun. Rupert pun mengukuhkan
cengkeramannya di tanah Inggris dengan merambah ke dunia politik. Pria yang
telah menikah tiga kali dan dikaruniai enam anak ini dikenal sebagai salah satu
pendukung vokal Partai Buruh dan pemimpinnya, mantan PM Inggris Margaret
Thatcher.
Tak puas dengan media
cetak, Rupert membeli televisi satelit berbasis di Inggris, Sky Television,
serta membalikkan aktivitas perusahaan dari rugi ke laba. Tanah Inggris
ternyata belum memuaskan baginya, maka Rupert menginjakkan kaki ke Amerika. San Antonio Express-News
menjadi media Amerika pertama yang dikuasai Rupert. Ia kemudian mendirikan
tabloid supermarket Star dan akhirnya, Rupert kian sukses di Amerika dengan
membeli New York Post.
Langkah Rupert terhambat
saat pasar bebas Amerika ternyata tak sebebas perkiraannya. Saat ia ingin
merambah ke stasiun televisi Amerika, pemerintah memberi syarat bahwa ia harus
menjadi warga negara Amerika. Demi ambisi bisnisnya,
Rupert mengajukan diri menjadi warga negara Amerika dan diterima. Maka pada
1985, ia membeli studio film 20th Century Fox. Tahun berikutnya, enam stasiun
televisi milik Metromedia sudah berada di tangannya.
Inilah cikal bakal
kerajaan media Amerika miliknya, Fox Broadcasting Company, yang didirikan pada
9 Oktober 1986. Halangan terjadi lagi ketika Komisi Komunikasi AS (FCC)
menyelidiki Rupert, menduga kepemilikannya atas Fox melanggar hukum. Beruntung, keputusan FCC
berpihak padanya. Pada 1993, ekspansi Rupert masuk ke Asia dengan membeli
televisi satelit Star TV milik pengusaha Hong Kong. Kepemilikannya dibatasi,
karena China tak ingin Rupert terlalu berkuasa di Asia. Berdasarkan daftar Forbes
pada 2010, Rupert adalah orang terkaya ke-38 di Amerika dan ke-117 di seluruh
dunia. Jumlah kekayaannya diperkirakan mencapai US$6,2 miliar.
source: http://cakrawela.blogspot.co.id/2011/07/siapakah-raja-media-rupert-murdoch.html
Itu lah penuturan mengenai seorang Rupert
Murdoch yang terkenal dengan sebutan raja media. Lalu bagaimana dengan
Indonesia? Tentunya di Indonesia itu sendiri ada juga yang namanya korporasi
media. Berikut adalah beberapa korporasi media di Indonesia:
- PT
Media Nusantara Citra Tbk, atau MNC, telah mengoperasikan 4 dari 11 stasiun
free-to-air (FTA) TV dan memiliki bisnis inti dalam memproduksi dan
mendistribusikan konten-konten televisi. Perseroan yang didirikan pada tanggal
17 Juni 1997 merupakan perusahaan publik yang sahamnya telah tercatat dalam
Bursa Efek Jakarta (BEI) sejak tanggal 22 Juni 2007, dengan kode saham ‘MNCN’. Selain
4 stasiun TV FTA Perseroan – RCTI, MNCTV, GlobalTV dan SINDOTV – serta 19
channel yang disiarkan di TV-berlangganan MNC Channel. MNC juga memiliki radio,
media cetak, talent management dan perusahaan produksi TV. Pemilik dari MNC ini
tak lain adalah Hary Tanoesoedibjo.
- PT
Trans Corporation (sebelumnya bernama PT Para Inti Investindo) yang dimotori
oleh Chairul Tanjung ini memiliki unit usaha di bidang media seperti: Trans TV,
Trans 7, CNN Indonesia, detikCom, Trans Sinema Pictures, dan Transvision.
- PT
Visi Media Asia Tbk atau disebut VIVA. Kelompok usaha media milik Bakrie &
Brothers yang didirikan sejak tahun 2004 ini memiliki stasiun televise diantaranya
yaitu antv, tvOne, viva+ dan Sport One, serta portal berita online VIVA.co.id.
- PT
Surya Citra Media Tbk ini didirikan oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja. Perusahaan
ini memiliki stasiun televisi SCTV dan Indosiar serta rumah produksi Screenplay
Productions.
- Media
Group adalah kelompok usaha media yang didirikan oleh Surya Paloh. Kelompok
usaha ini memiliki harian Media Indonesia, Lampung Post, Borneonews, tabloid
Prioritas, dan stasiun televisi MetroTV.
- Jawa
Pos dipimpin oleh Dahlan Iskan yang menguasai JPNN (Jawa Pos News Network -
kantor berita, JPNN.com), JPMC (Jawa Pos Multimedia Center), Jawa Pos, Indo
Pos, Rakyat Merdeka, Lampu Hijau, Koran Nonstop. Koran-koran lainnya di bawah
grup Jawa POS seperti Tangsel Pos, Riau
Pos dan Koran dengan lebel Radar seperti Radar Bogor, Radar Purwokerto, TV
Lokal seperti JTV di Jawa Timur, Riau TV di Riau, Majalah RM, Tabloid Nyata.
- Kompas
Gramedia didirikan oleh P.K. Ojong dan Jakob Oetama. KG ini memiliki beberapa
anak perusahaan di media massa seperti majalah, surat kabar yang diantaranya
yaitu: Harian Kompas, Tribun, Kontan, Warta Kota, dan Surya. Untuk media
elektronik atau televisi yaitu Kompas TV. Sedangkan radio: Sonora, Motion Radio,
Smart FM, RAL FM, dan Montini FM.
Begitulah sekilas mengenai beberapa korporasi media
yang ada di Indonesia. Semua itu hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh
Rupert Murdoch yaitu menguasai media. Bagi sebagian orang, mungkin konglomerasi
media ini terlihat baik-baik saja dan tidak ada masalah apa pun. Namun, yang
harus kita cerna disini, konglomerasi media memiliki dampak yang berbahaya bagi
masyarakat. Akibatnya setiap informasi yang diberikan akan simpang siur sehingga
menimbulkan berbagai macam opini public yang tidak sehat,
Selain itu, konglomerasi media ini akan menyebabkan
satu orang dapat menguasai banyak media yang nantinya akan membuat semua
peraturan harus tunduk padanya. Hal itu dapat membuat berita yang akan
disampaikan hanya dianggap menguntungkan dari segi ekonomi. Akhirnya Pers tidak
lagi diukur dari seberapa besar nilai berita yang ada, tetapi berapa banyak
keuntungan yang akan didapatkan dari pemuatan berita tersebut.